Belum genap seminggu terpilih sebagai Presiden RI, Sabtu kemarin Abdurrahman Wahid mulai melakukan perjalanan ke luar kota. Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Pati, mendapat kehormatan menjadi daerah pertama yang dia kunjungi. Gus Dur mencium tangan kiai
PATI - Tiga hari setelah dilantik menjadi presiden ke-4 RI, KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kemarin melakukan ziarah ke makam para
leluhurnya. Selain berziarah ke makam KH Ahmad Mutamakkin di Kajen,
Margoyoso, Pati, Ketua Umum PBNU itu juga berziarah ke makam kakeknya,
Hadratusy Syekh KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU, serta makam ayahnya, KH
Wahid Hasyim, di Jombang.
Dalam kunjungannya di Pati, Presiden mengingatkan warga NU tidak perlu
mengadakan syukuran atas terpilihnya dia menjadi kepala negara. Namun
cucu pendiri Nahdlatul Ulama itu memperbolehkan warga nahdliyyin
mengadakan selamatan atau berdoa memohon keselamatan bagi bangsa dan
negara Indonesia. "Kalau selamatan boleh, biar selamet,'' katanya,
saat berziarah di makam KH Ahmad Mutamakkin.
Selain berziarah, Gus Dur juga bersilaturahmi dan memohon doa restu
kepada para sesepuhnya KH Abdullah Salam dan KH MA Sahal Mahfudh di
Pondok Pesantren Maslakul Huda, sekitar lima ratus meter dari makam
Mbah Mutamakkin.
Ribuan warga menyambut kedatangan Presiden baru tersebut. Sepanjang
jalan yang dilalui rombongan dipenuhi massa. Mereka melambai-lambaikan
tangan kepada tokoh idolanya, sebagian lagi mengumandangkan salawat
dan takbir.
"Hidup Gus Dur, hidup Gus Dur. Hidup murah sandang, murah pangan. Kami
ditekani Presiden. Mohon doanya, Pak Presiden,'' tariak salah seorang
warga.
Tidak Kaku
Berbeda dari zaman Orde Baru, saat Presiden berkunjung ke suatu daerah
hampir dapat dipastikan pengamanannya sangat ketat. Sepanjang jalan
dijaga aparat keamanan lengkap dengan senjata. Radius 500 meter dari
lokasi pun harus steril dari massa. Bahkan, sehari sebelum upacara
berlangsung lokasi dan jalan yang akan dilalui presiden harus sudah
diseterilkan oleh Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres).
Namun, saat Presiden KH Abdurrahman Wahid berkunjung ke Kajen, Pati,
kemarin, suasananya benar-benar lain. Masyarakat dapat dengan mudah
mendekati Presiden untuk melihat dan memberikan ucapan selamat.
Berdasarkan pemantauan, sejumlah anggota Paspampres tetap ketat
mengamankan lokasi, baik sepanjang jalan yang dilalui, rumah KH
Abdullah Salam, rumah KH MA Sahal Mahfudh, maupun di makam KH Ahmad
Mutamakkin. Misalnya, tas-tas wartawan digeledah, begitu pula makanan
yang akan disuguhkan rombongan Presiden juga diperiksa. Di pintu makam
Mbah Mutamakkin juga dipasang detektor logam. Namun, pengamanan yang
dilakukan Paspampres kemarin tidak menimbulkan kesan kaku dan angker.
Bahkan, mereka yang berseragam batik sutera dan berpeci hitam dengan
logo burung garuda kecil di kerah baju, berkesan ramah dan bersahabat.
Saat menunggu kedatangan rombongan, para wartawan mengajak saling
tebak-tebakan mengenai ihwal kedatangan Gus Dur tersebut. Apakah
Presiden KH Abdurrahman Wahid nanti mengenakan sepatu atau sandal,
mengenakan jas, dasi atau baju batik, serta memakai celana atau
sarung.
Sebab, selama ini Gus Dur lebih senang memakai sandal daripada sepatu.
Bahkan, saat menerima rombongan pengurus PBNU di Wisma Negara beberapa
hari lalu, Gus Dur memakai sandal.
"Pengamanan Presiden Abdurrahman Wahid memang ketat, tapi tidak
terlalu kaku. Kami juga merasa enak dengan tugas seperti ini,'' kata
salah seorang anggota Paspampres.
Pangdam IV/Diponegoro mengaku tidak bisa melarang masyarakat yang
ingin mendekat dan melihat Gus Dur. Hal ini karena Ketua Umum PBNU itu
sangat dicintai berbagai lapisan masyarakat.
"Gus Dur kan benar-benar presidennya rakyat. Yang memilih beliau itu
rakyat. Jadi, kami tak bisa terlalu menghalang-halangi,'' tuturnya.
Kepala Negara dan rombongan tiba pukul 11.15 menggunakan tiga heli
TNI-AU Super Puma. Khusus untuk Gus Dur dan istrinya, Dra Hj Nuriyah,
heli kepresidenan. Rombongan berangkat dari Bandara A Yani Semarang
dan turun di Lapangan Desa Ngemplak Lor, Margoyoso, sekitar enam
kilometer dari kediaman Kiai Sahal.
Dalam rombongan tersebut antara lain Gubernur H Mardiyanto dan Pangdam
IV/Diponegoro Mayjen TNI Bibit Waluyo dan Kapendam Kolonel Czi Sugeng
Suryanto. Gus Dur didampingi empat adik kandungnya dan anak sulungnya.
Sedangkan rombongan penjemput antara lain KH MA Sahal Mahfudh, Ketua
DPRD Jateng Mardijo, Ketua PWNU Drs H Achmad, Wakil Ketua Drs H Ali
Mufiz MPA, Kapolda Mayjen Pol Drs Nurfaizi, Rektor IAIN Walisongo Dr A
Qodri Azizy, dan Bupati H Yusuf Muhammad.
Gus Dur memakai baju batik lengan panjang warna biru dan celana gelap,
lengkap dengan peci hitam. Begitu turun dari heli, Gus Dur langsung
dipapah Paspampres menuju mobil dinas yang biasa dipakai Gubernur.
Nomor polisi mobil diganti dengan B-1. Gus Dur satu mobil dengan
Gubernur Jateng. Sedangkan istri Gus Dur turun, kemudian dengan
menggunakan kursi roda menuju mobil sedan Timor Nopol B-3. "Aneh, Ibu
Negara kok pakai mobil Timor,'' celetuk seorang di pinggir lapangan.
Dari Lapangan Ngemplak Lor, rombongan langsung menuju makam KH Ahmad
Mutamakkin, yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah Kiai Sahal. Di
sana ribuan warga dan santri sudah menunggu kedatangan Gus Dur sejak
pagi. Seperti halnya yang terjadi di sepanjang perjalanan, di kompleks
makam itu pun warga dan santri menyambut Presiden dengan membaca
salawat.
Kompleks makam KH Ahmad Mutamakkin tidak terlalu luas. Sehingga jamaah
atau santri yang bisa masuk ke sana sangat terbatas, sebagian besar
berdesak-desakan di pinggir jalan. Raut muka mereka tampak senang
karena desanya dikunjungi oleh Presiden.
Membaca Tahlil
Kegiatan yang dilakukan Presiden di makam itu adalah membaca tahlil.
Pembacaan tahlil dipimpin KH Abdul Hamid, Rais Syuriyah NU Cabang
Pati. Sebelumnya, kata sambutan disampaikan Kiai Sahal. Gus Dur duduk
di sebelah kiri Kiai Sahal, sedangkan Gubernur H Mardiyanto duduk di
sebelah kanan.
Pembacaan tahlil (laa ilaaha illallaah) hanya sekitar 10 menit. Pada
kesempatan itu, Gus Dur menyatakan kedatangannya ke Pati tersebut
bukan sebagai presiden, melainkan sebagai keturunan KH Ahmad
Mutamakkin. Menurutnya, saat masih hidup, ulama besar itu selalu
menegakkan kebenaran dan keadilan.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Gus Dur berpesan
kepada masyarakat untuk tidak perlu hura-hura. "Saya titip pesan,
masyarakat Pati ndak perlu ramai-ramai. Persatuan dan kesatuan lebih
penting. Kalau benar masyarakat Pati cinta Mbah Mutamakkin, insya
Allah, adil dan makmur akan segera terwujud,'' tuturnya.
Setelah itu, Gus Dur menuju kediaman Kiai Sahal. Namun, sekitar dua
menit kemudian dia keluar untuk bersilaturahmi ke rumah KH Abdullah
Salam, sekitar 500 meter dari rumah Kiai Sahal.
Untuk menuju ke rumah KH Abdullah Salam tersebut, Gus Dur harus
melalui lorong-lorong atau gang kampung dengan berjalan kaki.
Paspampres memapahnya. Di sepanjang lorong yang dilalui tidak
menunjukkan persiapan akan dikunjungi Presiden. Beberapa pakaian
penduduk masih terlihat di jemuran. Gus Dur memasuki rumah KH Abdullah
Salam lewat dapur. Putra mantan Menteri Agama KH Wahid Hasyim itu
langsung duduk bersimpuh dan mencium tangan Mbah Dullah, panggilan KH
Abdullah Salam. Silaturahmi Gur Dur dengan kiai karismatik itu hanya
sekitar 10 menit.
Setelah itu, Presiden menuju rumah Kiai Sahal. Meskipun pengamanan
tidak ketat, sejumlah wartawan tidak bisa masuk. Menurut Kiai Sahal,
pertemuannya dengan Gus Dur tersebut lebih merupakan silaturahmi
keluarga. Hal ini karena antara dia dan Gus Dur masih ada hubungan
nasab, yakni paman.
Wakil Rais Aam PBNU itu juga mengaku dalam pembicaraan dengan Gus Dur
tidak menyebut-nyebut penyusunan kabinet. Alasannya, katanya, NU tidak
pernah mempunyai target jabatan politis.
Dari Pati, Presiden dan rombongan langsung menuju Jombang untuk
berziarah ke makam kakeknya, KH Hasyim Asy'ari.
Menitikkan Air Mata
Di Jombang, Gus Dur berziarah ke makam kakeknya, Hadratusy Syech KH
Hasyim Asy'ari, di Kompleks Pondok Tebu Ireng.
Di pusara kakeknya itu, Gus Dur sempat menitikkan air mata, apalagi
saat itu KH Chotib Umar, pimpinan Pondok Sumber Bringin Jember (salah
satu tokoh ulama khos) yang memimpin bacaan tahlil, juga tidak kuasa
menahan haru dan menangis.
Presiden yang datang sekitar pukul 13.55 dengan helikopter dari Pati
langsung disambut shalawat badar para santri Pondok Tebu Ireng.
Penjagaan tampak sangat longgar, hanya beberapa pengawal khusus
Presiden dan para anggota Satgas Banser GP Ansor Jombang.
Setelah sekitar 15 menit beristirahat di rumah utama, Gus Dur menuju
kompleks makam yang berjarak sekitar 100 meter. Di makam Gus Dur
membaca tahlil yang diakhiri doa. Sebelum meninggalkan makam, Gus Dur
secara khusus berdoa di makam ayahnya, almarhum KH Wahid Hasyim.
Pukul 14.35, seluruh rangkaian acara ziarah selesai, Gus Dur langsung
meninggalkan kompleks Pondok Tebu Ireng dan melanjutkan perjalanan
menuju Pondok Mamba'ul Ulum Denanyar, yang berjarak sekitar 10
kilometer dari Tebu Ireng.
Di Denanyar, Presiden mengatakan, untuk sementara tugas-tugas yang
akan ditangani Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri adalah mengurusi
masalah Ambon, Irian Jaya, dan Riau. "Pokoknya mengurusi bagian yang
tidak enak-enak," kata Kepala Negara.
"Untuk sementara saya akan mengurusi masalah Aceh, juga mengurusi
masalah pembangunan ekonomi kita, dan mengatasi masalah pangan serta
menggarap masalah kelautan," tambahnya.
Menurut Presiden, untuk menggarap masalah kelautan ini dia akan
membentuk departemen urusan pengembangan eksploirasi kelautan. "Sebab
laut kita itu kaya raya, tetapi angkatan lautnya miskin," kata
Presiden. Karena Angkatan Laut Indonesia miskin, tambah Kepala Negara,
kekayaan lautnya dijarah orang lain. "Sekarang ini kita harus membuat
angkatan laut yang kuat," ujar KH Abdurrahman
Wahid.
0 comments:
Post a Comment