Labels

Followers

Translate

Monday, March 29, 2010

SYEKH AHMAD MUTAMAKKIN; Perajut Budaya, Agama, dan Kekuasaan

Ulama asal Cebolek ini menawarkan pendekatan baru dalam membangun akidah umat. Sebagian orang, ada yang memandang rendah seorang ustadz atau kiai yang berasal dari kampung. Umumnya, para ustadz atau kiai kampong ini dianggap kolot, ndeso, sarungan, dan kampungan. Kesan itu biasanya diungkapkan oleh orang-orang yang tidak mengenal kepribadian sang tokoh tersebut.

Namun siapa sangka, tokoh yang biasa pakai sarung, dianggap tak punya keilmuan lebih dibandingkan orang-orang yang berasal dari perkotaan, justru tampil elegan, moderat, dan punya cara elegan dalam melakukan pendekatan dengan penguasa.

Itulah Syekh Ahmad Mutamakkin, seorang ustaz, ulama, dan kiai yang berasal dari Kampung Cebolek, sekitar 10 kilometer dari Tuban. Namun, kemudian menetap di Desa Cebolek, Kajen, Pati, hingga wafatnya. Sebagian Muslim di Jawa Tengah, menyebut tokoh ini dengan nama Mbah Mbolek atau Mbah Mutamakkin. Demikian penuturan Hasyim Asyari, peneliti senior pada Central Riset dan Manajemen Informasi (CeRMIN), Kudus.

Hasyim menjelaskan, berdasarkan keterangan masyarakat sekitar Kajen, Mbah Mutamakkin ini masih keturunan bangsawan Jawa, dari garis bapak adalah keturunan dari Raden Patah (Sultan Demak) yang berasal dari Sultan Trenggono. Sedangkan dari garis ibu, Syekh Mutamakkin adalah keturunan dari Sayyid Aly Bejagung, Tuban, Jawa Timur. Sayyid ini mempunyai putra bernama Raden Tanu. Dan, Raden Tanu ini mempunyai seorang putri yang menjadi ibunda Mbah Mutamakkin. "Dipercayai bahwa nama ningrat Mbah Mutamakkin adalah Sumohadiwijaya, yang merupakan putra Pangeran Benawa II (Raden Sumohadinegoro) bin Pangeran Benawa I (Raden Hadiningrat) bin Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) bin Ki Ageng Pengging bin Ratu Pembayun binti Prabu Brawijaya V," jelas Hasyim.

0 comments:

Post a Comment